Pada tanggal 3 Desember 2016 kami melakukan persembahyangan ke Puncak Sepang Bujak atau dikenal dengan nama Gunung Bhujangga terletak di desa Sepang, Busung Biu Buleleng.
Di tempat inilah Ida Maharsi Markhandeya bertapa supaya bisa
menemukan pusat sinar di Bali yang beliau lihat dari Gunung Raung Jawa.
Setelah bertapa sekian lama di Gunung Bhujangga barulah beliau
mendapatkan petunjuk yang pasti ke arah mana beliau harus berjalan
untuk dapat menemukan Pusat Sinar Suci di Bali. Jadi di gunung
bhujangga inilah pertama kali beliau bisa melihat gambaran pulau bali
seutuhnya melalui penglihatan mata batin. Oleh karena di tempat ini
beliau pertama kali melihat bali seutuhnya maka tempat ini pulalah yang
beliau pilih untuk melihat bali untuk terakhir kalinya dalam hidup beliau.
Dengan kata lain, Puncak Gunung Bhujangga merupakan tempat Ida
Maha Rsi Markhandeya Moksa. Beliau Moksa di atas Batu Hitam yang
sampai saat sekarang ini masih ada di Puncak Gunung Bhujangga.
|
perjalanan dimulai |
Perjalanan dari Denpasar kurang lebih bisa ditempuh sekitar 2.5 jam menuju Desa Sepang, Buleleng bisa ditempuh melalui jalur Pupuan atau jalur Surabrata. Kami berangkat dari Denpasar sekitar jam 6 pagi dan sampai di Desa Sepang sekitar jam setengah sembilan. Masyarakat desa Sepang sangat ramah, kami mengajak 5 orang masyarakat disana sebagai pemandu dan pembawa barang karena kami membawa pejati dan bekal makanan dan minum. masalah ongkos bisa dinego disana. Karena musim hujan diperkirakan waktu yang ditempuh 8 jam pp naik turun gunung dan lembah dan menyebrangi sungai. Perjalanan dari bawah dimulai jam 9 dan cuaca cukup bersahabat, kami masuk melewati jalan desa yang jalannya masih cukup baik. Setelah setengah jam berjalan jalan mulai naik dan turun mengikuti alur bukit dan pemandangan mulai kelihatan begitu indah dari atas bukit. Sekitar jam 11 siang ketemu sungai, kami mendapati sebuah campuhan (pertemuan antara dua atau lebih sungai) kami aturkan banten dan menyempatkan diri untuk melukat di campuhan sungai. Setelah melewati sungai jalannya mulai menanjak dan akan terus menanjak sampai puncak. Jam 12 siang kita putuskan untuk istirahat sambil mengisi perut yang sudah mulai lapar.
Jalan setapak yang kita lewati mulai agak licin karena hujan mulai turun, beberapa orang sudah kelihatan jatuh terpeleset karena licinnya jalan, pacet dan lintah mulai mendekati kaki-kaki kami, hutan semakin rapat, pohon-pohon besar sangat banyak dan suasana mulai agak gelap karena rimbunnya pepohonan. Jam 1 kurang kami sampai pada pelinggih yang pertama dan menghaturkan banten pejati mohon ijin akan naik ke puncak. Jam 1 lebih 15 menit kami sudah sampai puncak. Setelah istirahat sebentar kami menuju beji yang terletak disebelah kanan bawah dari puncak, jalannya sangat curam dan menukik licin. Sampai di beji kami menghaturkan banten pejati dan melakukan pelukatan dan sembahyang di sana. Kedatangan kami di beji disambut oleh hujan dan angin kencang, serta kabut yang menebal dan hawanya yang mulai dingin, semuanya tidak menyurutkan langkah kami malah kami tambah semangat.
|
puncak yang dituju dari kejauhan |
|
Setelah selesai kami kembali naik menuju Pura. Sampai di pura kami sempatkan untuk merapikan pakaian sembahyang kami masing-masing, walaupun kebanyakan pakaian kami agak kotor karena kena lumpur. Hujanpun semakin deras dan hawa dinginpun semakin menusuk tulang.
Karena hujannya semakin deras dan tidak ada kemungkinan untuk reda jam 2 siang kita putuskan untuk sembahyang bersama di puncak, beberapa kawan sembahyang di bale biar gak kehujanan, kami cuma bertiga sembahyang di bawah hujan yang sangat deras. Aneh bin ajaib setelah kami tri sandya dan panca sembah hujan berhenti secara seketika. Cuma hawa dingin yang masih terasa.
Puji sukur kami panjatkan persembahyangan kami sudah berjalan lancar tanpa halangan yang berarti. Jam 4 sore kita kembali turun ke bawah dan medan yang akan kita lewati pasti semakin licin dan berlumpur karena hujan yang turun begitu derasnya.
Perkiraan kita akan kemalaman dijalan kata pemandu, untunglah pak pemandu membawa beberapa senter. Setelah satu jam perjalanan turun hujan kembali turun sehingga semakin memperlambat waktu tempuh, akhirnya sampai di sungai sekitar jam 7 malam. Kunang-kunang mulai tampak beterbangan semakin memperlihatkan suasana hutan yang sangat sepi dan aura angker hutan semakin terasa. Bulu kudukpun setiap saat berdiri. Jika senter kita matikan gelapnya hutan sangat-sangat gelap sekali. Akhirnya kamipun sampai di awal kita naik sekitar pukul 9 malam. Rasa lelah, haru, bahagia campur menjadi satu dan menyisakan sejuta kenangan yang tidak bisa kami ungkapkan lewat kata-kata. Photo-photo yang kami bagikan cuma pada saat cuaca lagi bersahabat, pada saat hujan kami tidak sempat mengabadikannya.
|
naik | |
|
turun | |
|
sungai campuhan |
|
beji | |
|
Pura Puncak Bhujangga |
|
|
Batu tempat Ida Maharsi Markandeya moksa |
|
|
pacet | |
|
kalajengking | |